Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Selasa, 01 Januari 2019

Ppski: Seharusnya Pembibitan Ternak Sapi Ialah Tanggung Jawab Pemerintah


Jumlah produksi daging sapi jelang tamat tahun 2018 ini hanya mencapai 35.845 ton. Padahal, ada kebutuhan nasional jelang Hari Raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 yang harus dipenuhi sebanyak 55.305 ton. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Pemerintah pun memutuskan mengimpor sebanyak 30.670 ton dengan komposisi 18.217 ton sapi bakalan dan 12.462 ton daging sapi dan kerbau. Angka ini lebih rendah dibandingkan di kuartal yang sama pada tahun 2017 yang tercatat sebanyak 31.451 ton dan 2016 mencapai 55.703 ton.

Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, kebijakan itu merupakan hal biasa. Setiap bulan secara rutin pemerintah memang mengimpor daging sapi sebanyak 19 ribu ton, dari Australia, Selandia Baru, India, Kanada, Amerika, Spanyol, dan Jepang yang produknya mempunyai akta kesehatan dari World Organisation for Animal Health (OIE). Khusus hari raya keagamaan, volumenya ditambah sampai 10 persen dari kuota impor bulanan.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf mengatakan, tingginya impor daging yang dilakukan pemerintah merupakan imbas dari Peraturan Menteri Pertanian No. 2 Tahun 2017 ihwal Pemasukan Ternak Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah RI. Peraturan itu mengharuskan pengusaha daging impor membeli sapi dengan rasio 1 indukan berbanding 5 bakalan.

Padahal, bisnis sapi feedlot (penggemukan sapi) dan pembibitan tidak sanggup digabungkan. Pembibitan membutuhkan sangkar lebih besar, biaya operasional yang tidak sedikit, dan sistem bisnis tersendiri. Akibatnya, pengusaha sapi tidak sanggup fokus kepada penggemukan.

Seharusnya, pembibitan dan pengembangbiakan ialah tanggung jawab pemerintah, sebagaimana tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2014 ihwal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kini kiprah tersebut malah diserahkan kepada peternak, tanpa dukungan dari pemerintah.

Pada 2017, pemerintah gotong royong telah mencoba membantu dengan cara menerapkan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), tetapi belakangan agenda itu bermasalah dan dimoratorium. Sebab banyak peternak yang mengalami kesulitan memenuhi persyaratan KUPS. Oleh alasannya ialah itu, PPSKI menilai pemerintah sepatutnya segera memperlihatkan insentif berupa bunga bank yang cukup rendah (< 5%), pengembalian mudah, sampai grace period sampai 3 tahun kredit.

Disisi lain, harga daging bertahan di kisaran Rp115 ribu menciptakan peternak enggan menjual sapinya. Mereka lebih bahagia memelihara sapi sebagai tabungan dan penanda status sosial, lalu menjualnya pada momen-momen tertentu ibarat hari raya dengan harga yang lebih mahal.

Sumber: tirto.id

Sapi Lokal Yang Semakin Langka Sebabkan Jagal Jatim Bingung


Benarkah Sapi Lokal Di Jawa Timur Populasinya Sudah Menurun Drastis, Mungkinkah Data Populasi Sapi Dengan Kenyataan Di Lapangan Tidak Sesuai?

Akhir tahun 2018 dunia persapian kembali menghadapi fenomena kelangkaan sapi lokal siap potong. Hal ini bahkan sangat terasa di wilayah Jawa Timur yang dikenal sebagai lumbung ternak sapi terbesar di Indonesia. Padahal pada tamat tahun 2017, fenomena kelangkaan sapi bahkan nyaris tidak ada. Tahun 2017 hampir di semua pasar binatang di Jatim stok sapi lokal jenis limousin, metal dan PO siap potong sanggup dikatakan melimpah sehingga harga juga sangat akrab untuk para jagal tetapi kurang elok untuk peternak. Apakah mungkin ketika ini peternak sapi lokal memang belum menjual sapinya lantaran diawal isu terkini hujan ini ketersediaan rumput atau hijauan pakan sapi melimpah dan mereka juga belum membutuhkan dana segar menyerupai untuk biaya sekolah anak dan biaya lainnya?

Beberapa praktisi peternakan mulai sibuk mempertanyakan mengapa sapi lokal di Jawa Timur sanggup terus naik harganya dan stok jual di pasar binatang juga semakin berkurang. Apakah ini hanya terjadi musiman saja jelang tamat tahun? atau akan berlanjut hingga awal tahun 2019? Bagaimana pula dengan aktivitas Upsus SIWAB di Jatim? Bagaimana dengan nasib pedet-pedet yang dilahirkan melalui aktivitas ini? Apakah dipelihara peternak lokal Jatim sendiri ataukah malah dijual keluar tempat dalam jumlah besar? Bagaimana pelaksanaan pengawasan pemotongan sapi betina produktif?

Kelangkaan sapi di pasar binatang seputar Jawa Timur yang merupakan salah satu lumbung ternak sanggup menjadi keniscayaan jikalau kita melihat ke RPH-RPH di Jatim yang ternyata masih banyak sapi-sapi betina produktif yang dipotong oleh jagal. Alasan jagal memotong sapi betina lantaran harganya yang lebih terjangkau dan tentunya lebih menguntungkan.
Data Kementan, pemotongan ternak betina produktif di seluruh Indonesia masih tinggi, dimana di 2015 sebanyak 23.024 ekor dan di 2016 sebanyak 22.278 ekor. Pencegahan sapi betina tersebut untuk menyukseskan aktivitas Upaya Khusus-Sapi Betina Wajib Bunting (Upsus-Siwab).
Jika pemotongan sapi betina produktif tersebut tetap dibiarkan tanpa pengetatan hukum dan pengawasan dari pihak berwenang maka tunggu saja saatnya sapi lokal akan benar-benar berkurang populasinya di Jatim.

Fenomena yang tidak kalah menarik ialah banyaknya pedet-pedet dan sapi bakalan dari Jatim yang diborong pembeli dari luar tempat terutama ke Jateng menyerupai ke Banjarnegara, Banyumas dll. Dengan harga penawaran yang lebih tinggi dari pedagang Jatim, para pedagang dari luar propinsi sanggup mendapat pedet jenis limousin dan simental dalam jumlah banyak sementara pedagang Jatim sendiri hanya sanggup menunggu "sisa-sisa" sapi pedet dan bakalan yang tidak dibeli oleh pedagang luar tempat tersebut.

Keluarnya pedet dan sapi bakalan dalam jumlah besar dari Jatim pada gilirannya akan semakin menurunkan populasi sapi siap potong di Jawa Timur. Jika tidak ada perhatian serius maka hal ini akan semakin cepat menggerus populasi sapi lokal di Jatim. Benarkah banyak pedet dari Jatim yang dibeli pedagang sapi dari luar Jatim? Silakan anda berkunjung ke pasar binatang untuk membuktikannya.

Saat ini di RPH-RPH Jawa Timur menyerupai RPH Surabaya juga dipotong sapi dari Bali dan alasan pedagang mendatangkan sapi Bali lantaran harga sapi lokal Jatim semakin mahal dan stok jualnya semakin sedikit sehingga kesulitan untuk mendapatkannya. Keluhan ini biasanya lebih terasa pada jagal-jagal yang jumlah potong setiap malamnya cukup besar semisal 5 - 8 ekor semalam. Untuk yang jumlah potongnya hanya 1 ekor setiap harinya mungkin masih sanggup mendapat sapi lokal dengan mengandalkan pasar binatang di Jatim saja tanpa harus membeli sapi dari Bali. Untuk pemotongan sapi asal Bali sanggup di cek ke RPH Kedurus Surabaya maupun di RPH Pegirian.
Berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan binatang 2017, angka sementara populasi sapi potong mencapai 16,6 juta ekor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4,5 juta ekor atau 27,4% berada di Jawa Timur dan menimbulkan provinsi paling timur di Pulau Jawa tersebut merupakan tempat dengan dengan populasi sapi potong terbesar dibanding tempat lainnya. Populasi sapi potong di Jawa Tengah sebesar 10,35% dari total populasi dan Sulawesi Selatan 8,64%. Dari 10 provinsi dengan populasi sapi potong terbesar menguasai 77,4% atau sekitar 12,84 juta dari total populasi tanah air. Sebagai propinsi dengan jumlah sapi lokal terbesar menurut data diatas, maka menjadi pertanyaan besar mengapa stok sapi lokal siap potong di Jatim sanggup langka/kurang?
Kesimpulannya, jikalau pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan memang serius untuk mempertahankan posisi Jatim sebagai lumbung ternak sapi lokal maka sudah saatnya untuk lebih serius mengawasi dan melarang pemotongan sapi betina produktif dan juga melaksanakan pembatasan keluarnya pedet dan sapi bakalan dalam jumlah besar keluar daerah. Seyogyanya pedagang sapi luar tempat Jatim hanya diijinkan untuk membeli sapi siap potong saja dengan ukuran yang besar atau ditentukan, contohnya berat sapi harus diatas 500 kg dan lain sebagainya. Dan jikalau pedagang sapi luar tempat ingin membeli pedet dari Jatim harus memenuhi persyaratan tertentu dan melalui pengawasan ketat yang sanggup ditentukan oleh dinas terkait.

Lampiran: Populasi Macam-macam Jenis Ternak di Jatim Dari Tahun ke Tahun
No Jenis Ternak Tahun 2014Tahun 2015Tahun 2016Tahun 2017Tahun 2018
1 Sapi Potong 4.125.333 4.267.325 4.407.807 4.511.613 0
2 Sapi Perah 245.246 255.947 265.002 273.881 0
3 Kerbau 28.507 27.792 27.304 26.622 0
4 Kambing 3.090.159 3.178.197 3.279.732 3.376.323 0
5 Domba 1.221.755 1.282.910 1.370.878 1.362.062 0
6 Babi 41.875 44.602 50.243 57.906 0
7 Kuda 10.536 10.368 10.416 10.758 0
8 Ayam Buras 34.539.123 35.728.314 36.490.697 36.439.200 0
9 Ayam Petelur 41.156.842 43.221.466 45.880.658 46.900.549 0
10 Ayam Pedaging 179.830.682 194.064.874 200.895.528 224.815.584 0
11 Itik 4.912.393 4.983.776 5.543.814 5.600.921 0
12 Entok 1.261.425 1.354.956 1.444.691 1.494.137 0
13 Kelinci 331.476 265.865 344.597 365.990 0
14 Burung Dara 978.134 986.371 1.176.582 1.008.033 0
15 Burung Puyuh 2.770.908 2.931.450 3.281.998 3.682.453 0
Sumber Data: Disnak Jatim 
Saat ini, gres 17 provinsi yang rumah jagalnya diawasi pribadi oleh Baharkam yakni Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogjakarta, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. (Baharkam Polisi Republik Indonesia lewat Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas)).
Warning: Populasi Sapi Pernah Turun Drastis Pada Periode Tahun 2013
Berdasarkan sensus pertanian 2013, terdapat 12,3 juta ekor sapi yang ada di Indonesia. Jumlah ini sangat mengagetkan lantaran hanya dalam waktu 2 tahun, terjadi penyusutan jumlah sapi hingga 4,5 juta ekor. Mirisnya, pengurangan tersebut juga terjadi pada stok betina produktif. Survei yang dilakukan menunjukkan, ada pemotongan betina produktif sebanyak 30% sepanjang 2013-2014 atau sekitar 1 juta ekor. Sumber : bisnis.com
-----------------------------------------------------------
Tanggapan PPSKI melalui Sekjen Rochadi Tawaf

Untuk mengatasi kondisi menyerupai tersebut diatas, PPSKI meminta pemerintah semoga melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
  • Lebih serius menegakkan peraturan mengenai larangan pemotongan betina produktif yang tertera dalam Undang-undang No. 18/2009 wacana Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tujuan utamanya ialah untuk menekan jumlah pemotongan sapi betina produktif secara nasional. Selain itu juga untuk meningkatkan populasi ternak di sentra-sentra produksi.
  • Segera membenahi infrastruktur pembangunan peternakan. Termasuk dalam hal ini yaitu melaksanakan pemberdayaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH), sistem logistik sapi, transportasi ternak antar wilayah baik maritim maupun darat.
  • Punya janji besar lengan berkuasa untuk meningkatkan donasi pengadaan daging di dalam negeri, sedangkan importasi seharusnya dipakai hanya sebagai alat sebatas menambal kekurangan.
Hal-hal tersebut diatas merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dengan melibatkan stakeholder secara aktif, serta perjuangan yang paling efektif untuk menurunkan harga daging sapi, tetapi tetap melindungi perternakan sapi potong lokal.
-------------------------------------------------------
Tanggapan PPSKI melalui Sekretaris DPD Jabar Robi Agustiar

Sapi betina produktif yang dipotong di Jawa Barat berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Oleh alasannya itu PPSKI mengkhawatirkan terjadinya stagnasi reproduksi sapi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, akhir banyaknya sapi betina produktif yang di potong di Jawa Barat.

Bisa dibayangkan, untuk menghasilkan sapi betina produktif butuh waktu 1,5 hingga 2 tahun. JIka hal tersebut terjadi, berapa usang waktu yang diharapkan untuk mengembalikan kondisi menyerupai semula. Idealnya, komposisi sapi potong yaitu 20% sapi betina tidak produktif dan 80% sapi pejantan. Dengan begitu, siklus reproduksi sapi akan berjalan.

Pada prakteknya memang sulit sekali melarang peternak menjual sapi betina produktifnya, apalagi para pedagang daging yang memotong sapi sanggup dengan gampang membeli surat palsu yang menyatakan bahwa sapi betina tersebtu sudah tidak produktif. Mestinya memang ada aktivitas yang sifatnya memberi insentif semoga peternak mau mempertahankan ternaknya.

Diolah dari banyak sekali sumber, bisnis.com, https://ppski.or.id, disnakjatimprov dll.

Sabtu, 29 Desember 2018

Rencana Impor Daging Sapi Tahun 2019 Sebanyak 256 Ribu Ton

Pemerintah Akan Impor Sapi Bakalan dan Daging Beku Sebanyak 256 Ribu Ton Tahun 2019, Ini Alasannya!
Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mengimpor daging sapi sebanyak 256 ribu ton di tahun depan. Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi produksi daging sapi di tahun depan hanya sebanyak 429 ribu ton. Angka itu lebih sedikit dari kebutuhan sebanyak 686 ribu ton.
"Produksi daging sapi dalam negeri 2019 ialah 429.412 ton. Kebutuhan daging sapi nasional disepakati 2,56 kg per kapita per tahun, ini kajian BPS ya," terang ia usai bincang-bincang pertanian di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
"Dengan angka itu, maka total kebutuhan daging kita 686.270 ton (di tahun 2019). Makara ada defisit 256.860 ton, itu yang mau diimpor," tegas dia.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan impor daging sapi tersebut akan terdiri dari sapi bakalan dan daging beku.
"Terdiri dari sapi bakalan, dan beku ya," papar dia. 
Sumber detik.com

Dirut Rph Surabaya Mengundurkan Diri, Ini Alasannya!

Direktur Utama  Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Surabaya Teguh Prihandoko mengajukan surat pengunduran diri ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terhitung mulai 31 Januari 2019, akhir konflik berkepanjangan di internal direksi.

\"Iya benar, aku mengajukan surat pengunduran diri ke wali kota pada 17 Desember 2018. Dalam surat itu, aku sebut mulai 31 Januari 2018 aku tidak menjabat sebagai dirut di RPH,\" kata Teguh Prihandoko, Kamis (27/12/2018).

Menurut dia, alasan pengunduran diri yang utama alasannya ialah selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi Rumah Potong Hewan (RPH) dalam menjalankan organisasi perusahan.

Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada ketika pencabutan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi dari rumah potong binatang untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.  

Disnak pada ketika itu sudah melayangkan tiga kali peringatan selama setahun biar RPH segera memenuhi persyaratan untuk NKV.  Mendapati hal itu,  Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan.

\"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk,\" ujarnya.

Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan ialah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam. \"Maka aku menentukan perilaku mengundurkan diri tanpa ada yang menekan. Sehingga Pemkot Surabaya ada ruang gerak untuk menata ulang RPH lagi demi masyarakat,\" ujarnya.

Hanya saja, lanjut dia, pihaknya menyayangkan surat pengunduran dirinya tersebar luas ke publik alasannya ialah informasi yang disampaikan Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono memberikan ke media.

\"Sebenarnya pengunduran ini tidak untuk publik sebelum ibu wali kota merespons. Karena pengunduran diri ini, aku menginginkan tidak terjadi kegaduhan. Ini bentuk pertanggungjawaban moral aku kepada masayarakat,\" katanya.

Saat ditanya jikalau Wali Kota Surabaya tidak merespons suratnya, Teguh menyampaikan akan dirinya tetap akan mengundurkan diri. \"Itu sudah perilaku dan keputusan saya,\" ujarnya. 

Soal alasannya mundur per 31 Januari 2019, Teguh menjelakan laproan keuangan RPH untuk 2018 final pada 5 Januari 2019, sehabis itu dilaukan audit kurang lebih selama 20 hari.\"Setelah diaudit akan tahu ada dan tidaknya aku mencuri uang di RPH. Biar semua semua jelas. Ini demi membangun budaya perusahaaan yang sehat,\" katanya.

Sumber beritajatim.com dan detik.com

Senin, 24 Desember 2018

Harga Kulit Sapi Dan Jerohan Tamat Tahun 2018


Berapa Harga Kulit Sapi Bulan Desember 2018 Jelang Tahun Baru 2019?

Harga terbaru kulit sapi dikala ini masih berkisar antara Rp 16.000 - Rp 17.000 untuk jenis kulit berair dalam artian kulit yang gres keluar dari rumah potong hewan. Harga kulit tersebut berlaku di area jabodetabek. Harga kulit dipasaran Jawa Timur lebih murah daripada di pasar Jabotabek untuk dikala ini. Harga kulit sapi lokal di Jatim secara umum lebih mahal dibandingkan dengan harga kulit sapi impor sebab alasan bahwa kulit sapi impor ada tattonya sehingga mengurangi kualitas kulit tersebut, entah ini pura-pura pedagang kulit atau memang kenyataannya demikian masih perlu digali lebih jauh.

Harga kulit sapi memang sering dipengaruhi juga oleh nilai mata uang rupiah atau kurs dolar Amerika. Hal ini normal terjadi sebab kebanyakan kulit sapi dipasarkan juga ke pasar ekspor yang tentunya sangat terpengaruh dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Semakin jatuh nilai rupiah, harga kulit sapi akan semakin mahal dan eksportir akan mendapat laba yang lebih tinggi.

Disisi lain jatuhnya nilai mata uang rupiah akan berdampak jelek terhadap harga-harga barang lain didalam negeri sebab harga barang dapat terus naik dan bertambah mahal dari hari ke hari.

Bagaimana dengan harga Jerohan sapi pada simpulan tahun 2018?

Jerohan sapi yang merupakan produk sampingan pemotongan binatang ternyata menjadi salah satu produk unggulan dari jagal untuk mendapat keuntungan. Saat harga jerohan anjlok biasanya jagal juga mengeluh manfaatnya tergerus bahkan dapat merugi.

Harga jerohan atau ofal untuk RPH seputaran Jabodetabek biasanya dihargai sesuai dengan berat karkas. Jika dikala ini harga jerohan berkisar antara Rp 5.000 per kg maka harga borongan jerohan ialah Rp 5.000 dikalikan berat dari karkas sapi yang dipotong. Misalnya berat karkas 200 kg maka harga borongan jerohan atau offal dari sapi tersebut Rp 1,000.000. Bukan nilai yang kecil tentunya dan menjadi sangat masuk akal kalau harga jerohan juga sangat memilih untung ruginya jagal selain dari naik turunnya harga kulit, harga karkas dan tentunya harga daging.

Sedangkan harga jerohan per item barang dapat sangat bervariasi. Untuk harga jerohan ibarat usus dan tebang umumnya dijual pada harga Rp 30.000 - Rp 40.000 per kg. Harga limpa dan paru dijual dengan harga berkisar antara Rp 50.000 - Rp 60.000. Untuk harga hati sapi dijual dengan kisaran harga Rp 55.000 - Rp 70.000 per kg. Sedangkan untuk harga daging kepala sapi berkisar Rp 90.000 per kg. Harga buntut sapi per kgnya berkisar Rp 85.000/kg.

Harga Sapi Bulan Desember 2018 Dan Jelang Januari 2019

Harga Sapi Terbaru Saat Ini, Akhir Tahun 2018 Bulan Desember, Jelang Tahun Baru 2019

Informasi harga sapi dipasaran dikala ini yang dikumpulkan dari banyak sekali sumber ibarat pasar binatang dan Rumah Potong Hewan dan meliputi banyak sekali jenis dan bangsa sapi antara lain:
  • Jenis Sapi Limousin
  • Sapi Simmenta atau Metal
  • Sapi PO (Peranakan Ongole)
  • Jenis Sapi Bali
  • Sapi Madura
  • Sapi Brahman Cross (Sapi Impor)
  • Jenis Sapi FH
Berikut ini daftar lengkap kisaran harga sapi mengawali tahun 2018 dipasaran:
Sebagai citra umum bahwa dikala ini perdagangan sapi lokal maupun impor cenderung sepi alasannya yakni konsumen daging  lebih banyak menentukan daging ayam daripada daging sapi. Banyaknya konsumen yang beralih pada daging ayam alasannya yakni harganya yang jauh lebih murah hanya berkisar antara Rp 30.000 - Rp 35.000 per kg sedangkan harga daging sapi masih tinggi berkisar antara Rp 100.000 - Rp 120.000 per kg. Faktor lainnya yakni gencarnya impor daging kerbau asal India yang dilakukan pemerintah melalui BULOG dan dijual dengan harga bervariasi antara Rp 70.000 - Rp 85.000 per kg.
Sapi dan Pedet Limousin

Harga sapi Jenis Limousin:

  • Harga pedet jenis limo per ekor berkisar antara Rp 8.000.000 - Rp 14.000.000 untuk yang jantan. Untuk pedet limo betina harga lebih murah sekitar 3 jutaan. Sedangkan untuk harga pedet jantan per kg berkisar antara Rp 60.000 - Rp 70.000 per kg sedangkan yang betina Rp 50.000 - Rp 55.000 per kg. Harga sangat dipengaruhi oleh kualitas pedetnya. Untuk jenis pedet limousin super harga dapat lebih mahal lagi dan dapat mencapai 80 ribu - 90 ribu per kg.
  • Harga bakalan sapi limo berkisar antara Rp 15.000.000 - Rp 20.000.000 per ekor, sedangkan harga per kgnya antara Rp 43.000 - Rp 46.000.
  • Harga sapi Limosin siap potong berkisar antara Rp 17.000.000 - Rp 27.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 43.000 - Rp 45.000.
Sapi Simmental (Metal)

Harga sapi Simmental atau Sapi Metal:

  • Harga pedet jenis Metal per ekor berkisar antara Rp 8.000.000 - Rp 12.000.000 untuk yang jantan. Untuk pedet metal betina harga lebih murah sekitar 3 jutaan. Sedangkan untuk harga pedet jantan per kg berkisar antara Rp 60.000 - Rp 70.000 per kg sedangkan yang betina Rp 50.000 - Rp 55.000 per kg. Harga sangat dipengaruhi oleh kualitas pedetnya
  • Harga bakalan sapi simmentalberkisar antara Rp 15.000.000 - Rp 20.000.000 per ekor, sedangkan harga per kgnya antara Rp 43.000 - Rp 46.000.
  • Harga sapi Simmental siap potong berkisar antara Rp 17.000.000 - Rp 29.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 43.000 - Rp 45.000. Harga juga tergantung kualitas sapinya.
  • Sebagai catatan tambahan: harga sapi jenis limo dan metal sama atau hampir sama, perbedaan harga biasanya hanya terkait dengan kualitas masing-masing sapi.
Sapi FH

Harga sapi FH Jantan Untuk Potong:

  • Harga pedet jenis FH per ekor berkisar antara Rp 3.000.000 - Rp 8.000.000 untuk yang jantan. Sedangkan untuk harga pedet jantan per kg berkisar antara Rp 55.000 - Rp 60.000 per kg.
  • Harga sapi FH jantan siap potong berkisar antara Rp 18.000.000 - Rp 24.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 40.000 - Rp 42.000.
Sapi Madura

Harga sapi Madura:

  • Harga bakalan sapi Madura berkisar antara Rp 10.000.000 - Rp 12.000.000 per ekor, sedangkan harga per kgnya antara Rp 48.000 - Rp 52.000.
  • Harga sapi Madura siap potong berkisar antara Rp 14.000.000 - Rp 20.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 45.000 - Rp 47.000. Harga tergantung kualitas dan bobot sapinya.

Sapi PO

Harga sapi PO:

  • Harga pedet jenis PO per ekor berkisar antara Rp 7.000.000 - Rp 11.000.000 untuk yang jantan. Untuk pedet PO betina harga lebih murah sekitar 3 jutaan. Sedangkan untuk harga pedet jantan per kg berkisar antara Rp 60.000 - Rp 65.000 per kg sedangkan yang betina Rp 50.000 - Rp 55.000 per kg. Harga sangat dipengaruhi oleh kualitas pedetnya
  • Harga bakalan sapi PO berkisar antara Rp 15.000.000 - Rp 18.000.000 per ekor, sedangkan harga per kgnya antara Rp 43.000 - Rp 45.000.
  • Harga sapi PO siap potong berkisar antara Rp 17.000.000 - Rp 25.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 42.000 - Rp 44.000.

Sapi Bali

Harga sapi Bali:

  • Harga bakalan sapi Bali berkisar antara Rp 9.000.000 - Rp 12.000.000 per ekor.
  • Harga sapi Bali siap potong berkisar antara Rp 12.000.000 - Rp 17.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi Bali di pasar Beringkit untuk sapi Bali siap potong berkisar antara Rp 41.000 - Rp 43.000.

Sapi Brahman

Harga sapi Impor jenis Brahman Cross:

  • Harga pedet jenis brahman cross per ekor berkisar antara Rp 6.000.000 - Rp 12.000.000 untuk yang jantan. Untuk pedet sapi impor betina harga lebih murah sekitar 3 jutaan. Sedangkan untuk harga pedet jantan per kg berkisar antara Rp 60.000 - Rp 70.000 per kg sedangkan yang betina Rp 50.000 - Rp 55.000 per kg. Harga sangat dipengaruhi oleh kualitas pedetnya
  • Harga bakalan sapi impor berkisar antara Rp 14.000.000 - Rp 17.000.000 per ekor, sedangkan harga per kgnya antara Rp 44.000 - Rp 46.000.
  • Harga sapi impor siap potong berkisar antara Rp 17.000.000 - Rp 27.000.000 per ekor tergantung besar kecil dan kualitas sapinya. Harga per kg untuk sapi siap potong antara Rp 40.000 - Rp 42.000. per kg harga ditingkat RPH.
Harga Sapi Afkir:
  • Harga sapi-sapi afkiran tergantung dari kondisi sapinya, semakin kurus tentunya harga akan semakin murah, kisaran dikala ini untuk harga sapi afkiran antara Rp 30.000 - Rp 33.000 untuk jenis sapi afkir FH betina yang dijual oleh sebuah peternakan sapi perah di Malang - Jawa Timur.

Demikian gosip lengkap harga sapi dari banyak sekali jenis dan bangsa sapi pada selesai tahun 2018. Harga diatas yakni harga prediksi menurut gosip yang ada di pasar hewan, di RPH dan dikalangan para pedagang sapi dan pedet, harga diatas dapat saja berubah sewaktu-waktu. Harga sapi dibeberapa tempat mungkin saja dapat berbeda dengan harga sapi diatas, tetapi tidak akan terlalu selisih jauh. Semoga dapat menjadi patokan harga bagi anda yang akan berbelanja sapi lokal dan sapi impor.

Kamis, 13 Desember 2018

Harga Jagung Naik Sampai Rp 6.000 Per Kg, Akibatkan Harga Pakan Ternak Naik Terus

Harga pakan ayam sudah mengalami lonjakan hingga tiga kali sepanjang tahun ini dengan total kenaikan berkisar antara Rp 600-800/kg.

Salah satu penyebabnya ialah kenaikan harga jagung kering (kadar air 15%) lebih dari Rp 1.000/kg. Jagung kering itu dipakai sebagai materi baku produksi pakan ternak.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo menyebutkan, harga jagung kering terus merangkak naik sepanjang tahun ini dari kisaran Rp 5.000/kg menjadi kisaran Rp 6.000/kg memasuki kuartal IV.

Adapun faktor lain yang turut kuat terhadap kenaikan harga pakan ialah fluktuasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang sempat menembus Rp 15.200/US$ pada Oktober lalu.

"Harga kita naikkan sekitar Rp 600-800/kg dari awal tahun hingga Desember, dipecah dalam 2-3 kali kenaikan. Penyebabnya alasannya harga jagung dan juga kurs dolar. Sementara kita masih impor bungkil kedelai hingga 100% alasannya tidak ada produksi," ujar Budi usai CEO Forum Agrobisnis 4.0 di Hotel Ritz Carlton, Kamis (13/12/2018).

Menurut Budi, harga normal jagung yang sanggup diterima oleh industri pakan ialah di kisaran Rp 3.700-3.800/kg, di mana dengan harga tersebut maka penggunaan jagung akan mencapai 50-55% dari kebutuhan pakan ayam.

"Harga segitu petani sudah untung kok. Harus win-win solution, jangan hanya membantu peternak tapi mengorbankan petani, dan juga sebaliknya. Keduanya kan binaan Kementerian Pertanian," tegasnya.

Adapun lonjakan harga yang mencapai Rp 5.800-6.100/kg menyerupai ketika ini telah memaksa pengusaha untuk menurunkan konsumsi jagung ke level 35-40%.

"Ini sudah harga maksimal yang sanggup kita tolerir. Produksi pakan di tahun ini kita harapkan mencapai 19,4 juta ton. Dengan hanya 35-40% berarti kebutuhan jagung kita turun, tidak hingga 7 juta ton," jelasnya.

Sementara itu, untuk tahun depan produksi pakan diproyeksi berada di kisaran 20,3 juta ton, mengikuti pertumbuhan industri yang dipatok di angka 6-8%. Hal ini tentunya kuat ke kebutuhan jagung yang harusnya juga meningkat.

Budi berharap, harga sanggup mulai turun dengan adanya panen jagung mulai simpulan Januari - awal Februari di Sumatera Utara, diikuti Lampung di pertengahan Februari dan Jawa Barat di bulan Maret.

"Kita lihat nanti tergantung suplai dan harganya, apakah panen tersebut sanggup memenuhi kebutuhan normal kita sekitar 600 ribu ton per bulan. Saat ini kita hanya mendapat sekitar 450-500 ribu ton per bulan," pungkasnya .

Sumber cnbc