Apa Saja Jenis-jenis Cacing Yang Bisa Menyebabkan Penyakit Cacingan Pada Sapi? Bagaimana Cara Mengatasinya?
Cacingan pada ternak sapi ialah penyakit infeksi cacing atau benalu yang tinggal dalam usus sapi. Cacing yang menetap di usus ini akan bertahan hidup dengan mengambil sari-sari masakan yang masuk ke usus. Ternyata, tidak hanya sapi bakalan yang sanggup mengalami cacingan. Ternak sapi sampaumur pun masih sanggup mengalami infeksi cacingan. Kasus Cacingan pada ternak sapi sering terjadi terutama pada sistem pemeliharaan tradisional di mana ternak jarang diberikan obat cacing. Sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif mempunyai resiko lebih tinggi terpapar Cacingan dibandingkan dengan sistem pemeliharaan intensif. Namun pada sistem pemeliharaan intensif pun sanggup terpapar Cacingan apabila rumput yang diberikan tidak dilayukan terlebih dahulu. Rumput yang dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak sanggup mencegah Cacingan serta kembung.
Peternak umumnya hanya tahu salah satu penyebab sapi kurus dan tidak berkembang meskipun makannya banyak ialah alasannya cacingan. Sebenarnya penyakit cacingan pada sapi sendiri sanggup majemuk alasannya adanya beberapa jenis cacing penyebabnya.
Penyakit cacingan ini sangat merugikan peternak. Kerugian yang ditimbulkan antara lain:
- Berat tubuh sapi turun/susut
- Sapi menjadi Kurus
- Kenaikan berat tubuh jelek
- Rugi biaya
- Rugi waktu
- Bisa Menulari sapi lain
- Harga jual sapi rendah
Pedet dan sapi muda di bawah 2 tahun lebih beresiko terinfeksi cacing. Ciri-ciri sapi kekacingan ialah diare, tidak nafsu makan, bobot tubuh menurun dari hari ke hari, mata berair, bulu kusam dan tidak mengkilap. Sebagai pencegahan sanggup dilakukan donasi obat cacing secara teratur setiap 3 hingga 6 bulan sekali. Selain itu pula pencegahan sanggup dilakukan dengan menghindari kepadatan populasi ternak di dalam sangkar dan padang penggembalaan, tidak menggembalakan pedet di kawasan yang habis digunakan untuk menggembalakan ternak dewasa. Pemberian pakan yang berkualitas baik pada pedet dan sapi muda juga sanget diharapkan untuk menguatkan sistem pertahanan tubuh, di mana bila kondisi tubuh sehat larva cacing yang masuk akan tidak berkembang. Kondisi lingkungan padang penggembalaan dan sangkar perlu diperhatikan untuk menghindari tanah yang lembab dan berair serta banyak kubangan. Penggembalaan sebaiknya dilakukan secara bergiliran atau dirotasi. Kebersihan sangkar sangat penting diperhatikan, sisa pakan dan kotoran yang bertumpuk sebaiknya dibersihkan dan sanggup dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.
Walaupun penyakit cacingan tidak pribadi menimbulkan kematian, namun secara ekonomi sanggup menjadikan kerugian yang sangat besar. Oleh alasannya itu tidak heran kalau penyakit cacingan ini sering disebut sebagai penyakit ekonomi. Lantas apa saja kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbukan oleh penyakit cacingan pada sapi? Ternyata cukup banyak, mulai dari penurunan berat badan, terhambatnya pertumbuhan pada sapi muda, penurunan kualitas daging, kulit dan jeroan pada ternak potong, penurunan produksi susu pada ternak perah dan ancaman penularan pada manusia. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa kasus cacingan menimbulkan keterlambatan pertumbuhan berat tubuh per hari sebanyak 40% pada sapi potong dan penurunan produksi susu sebesar 15% pada sapi perah (Siregar, 2013).
Salah satu duduk kasus tidak teridentifikasinya kasus cacingan pada sapi yaitu akhir minimnya tanda-tanda klinis yang sanggup teramati. Bahkan pada kasus cacingan yang masih awal, sapi biasanya masih terlihat sehat tanpa mengatakan adanya tanda-tanda klinis. Selain itu, tanda-tanda klinis yang muncul pada kasus cacingan pun merupakan tanda-tanda yang sangat umum sehingga kadang masih menyulitkan untuk mengarahkan diagnosa. Terkecuali jikalau kasus cacingan sudah sangat parah, maka sanggup kita temukan adanya cacing sampaumur pada feses sapi, terutama untuk cacing yang menyerang susukan pencernaan.
Untuk membantu meneguhkan diagnosa cacingan pada sapi sanggup dilakukan melalui uji laboratorium, yaitu uji feses. Pemeriksaan atau uji feses bertujuan untuk mengetahui keberadaan telur cacing secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain keberadaan telur, pada feses juga sanggup ditemukan keberadaan larva cacing. Lebih jauh lagi, pada uji feses ini sanggup diidentifikasi jenis cacing yang menyerang menurut karakteristik telur yang ditemukan. Melalui uji ini juga kasus cacingan pada sapi sanggup diidentifikasi semenjak dini sehingga pengobatannya pun akan relatif lebih gampang dan kerugian ekonomi yang lebih besar sanggup diminimalkan.
Berikut beberapa penyakit cacingan pada sapi dan jenis cacing penyebabnya.
Cacing Hati (Fasciola Hepatica)
Gejala yang gampang diamati adalah sapi yang menderita cacingan ini menjadi kurus, lesu dan pucat. Mengakibatkan Berat tubuh berkurang. Kadang-kadang sapi menjadi busung pada aneka macam pecahan tubuhnya.
Penyebab : Cacing hati (Fasciola hepatica) ini menyerang ternak sapi aneka macam umur. bentuknya segitiga, pipih, berwarna abu-abu kehijauan hingga kecokelatan. Panjangnya sanggup mencapai 2-3 cm. Cacing ini mengalami siklus hidup yang kompleks.
Penularan (penyebaran) : Penyebarannya melalui pakan dan air minum, khususnya melalui dedaunan atau rerumputan yang telah ditulari larva (tempayak).
Akibat : Pengaruh cacing ini tergantung pada banyak larva yang masuk ke dalam tubuh dan kondisi tubuh ternak itu sendiri. Cacing ini menimbulkan penderitaan yang kronis, menahun, kekurangan darah dan gizi. Pertumbuhan menjadi lambat. Timbul peradangan hati dan empedu.
Pencegahan (pemberantasan) :
Pembasmian penyakit terutama ditujukan kepada pembasmian siput, bekicot. Misalnya tidak dibiarkan lapangan pangonan tergenang air atau drainase jelek. Memberikan copper sulphate di lapangan penggembalaan atau trusi. Hal ini harus dilakukan alasannya perkembangan cacing hati oleh siput sebagai hospes perantara.
Kasus cacingan pada sapi akhir cacing hati (Fasciola sp.) cukup banyak dan sudah tak absurd lagi dijumpai di lapangan. Kejadiannya terutama banyak dilaporkan pada ketika perayaan Idul Adha, dimana pada waktu tersebut banyak orang yang melaksanakan penyembelihan binatang kurban khususnya sapi. Terdapat 2 spesies yang cukup penting di dunia, yaitu Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Namun, spesies yang paling sering ditemukan pada sapi di Indonesia yaitu F. gigantica. Secara umum, cacing hati berbentuk gepeng atau pipih menyerupai daun, namun untuk spesies F. gigantica tubuhnya lebih memanjang dibandingkan F. hepatica. Sesuai dengan namanya cacing hati berhabitat di hati dan susukan empedu. Infestasi cacing ini dikenal dengan istilah fasciolosis.
Mengobati penderita dengan Hexachlorophene.
Siklus hidup : Cacing hati yang masih muda berupa larva berasal dari telur yang menetas di dedaunan atau rerumputan yang basah. Larva itu berenang-renang mencari siput atau bekicot yang hidup di tempat-tempat yang berair atau tergenang air, menyerupai rawa-rawa, payau dan sebagainya.
Di dalam tubuh siput, larva mengalami beberapa fase perkembangan dengan cara membelah diri dan berubah bentuk. Setelah 6 ahad dalam tubuh siput, mereka mengalami perkembangan yang tepat dan kemudian keluar dari tubuh siput.
Larva yang gres saja keluar dari tubuh siput aktif berenang-renang dan melekat pada dedaunan atau rerumputan yang berada di dekatnya dan membungkus dirinya dengan suatu kista sebagai perlindungan. Namun, mereka tidak besar lengan berkuasa bertahan terhadap kondisi yang kering.
Bersama-sama rumput yang tergoda hewan, kista masuk ke dalam alat pencernaan. Kemudian dinding kista hancur dan cacing hati yang masih muda tadi muncul. Akhirnya mereka menembus dinding-dinding usus, pindah ke hati bersama anutan darah. Parasit-parasit muda tadi akan berada dalam hati selama 6 – 8 minggu.
Sesudah mereka mengalami kedewasaan, benalu berpindah ke susukan empedu dan bertelur di situ. Telur-telur tadi berpindah ke alat pencernaan melalui susukan darah dan kemudian keluar dari tubuh binatang bersama kotoran.
Stomach Worm atau Cacing Perut
Gejala yang tampak, sapi yang mengidap cacing perut akan tampak pucat alasannya kekurangan darah (anemia). Kondisi menurun, pertumbuhan lambat, berat tubuh turun. Kotoran encer, diare.
Penyebab : Ada aneka macam jenis cacing yang hidup di dalam perut keempat (abomasum) dan usus. Cacing-cacing itu (Parasitic Gastro Enteritis) sanggup menjadikan gangguan penyakit, menyerupai anemi, radang, gangguan pencernaan dan sebagainya. Ribuan cacing dari aneka macam ukuran tinggal di dalam perut. Sebagian sulit diamati dengan mata alasannya terlalu kecil. Pedet dan sapi-sapi muda yang menjadi target utama cacing-cacing ini. Sapi-sapi sampaumur yang umurnya lebih dari dua tahun akan tahan terhadap infeksi cacing.
Penularan (penyebaran) :Penularan atau penyebaran cacing ini melalui pakan atau air minum yang telah dicemari oleh larva (tempayak).
Akibat serangan sanggup menjadikan penyakit kekurangan gizi, gampang kena infeksi penyakit lain.
Siklus hidup. Telur cacing keluar dari tubuh binatang bersama kotoran, kemudian jatuh di tanah. Pada kondisi yang cocok alasannya kelembaban dan hawa serta zat asam menguntungkan baginya, maka dalam waktu 4-5 hari telur akan menetas menjadi larva dan kemudian akan melekat pada dedaunan dan rerumputan. Pada ketika rumput dimakan sapi, maka cacing yang masih muda atau berupa larva tadi ikut masuk ke dalam tubuh hewan. Jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan alasannya terlalu panas atau kering, maka larva akan mati dalam waktu beberapa hari saja. Mereka sanggup bertahan hidup berbulan-bulan apabila kondisi menguntungkan.
Pencegahan (pengobatan)
Hindarkan kepadatan populasi ternak di dalam sangkar ataupun di lapangan penggembalaan.
Jangan sekali-kali menggembalakan pedet di kawasan yang habis digunakan untuk menggembalakan sapi dewasa.
Pakan yang diberikan harus cukup dan baik guna menguatkan tubuh. Pedet tidak terlalu peka terhadap infeksi cacing. Pada pedet yang sehat, cacing-cacing yang berada di dalam perut akan mati dengan sendirinya alasannya tidak sanggup berkembang.
Memberikan obat cacing Anthelimintic secara periodik.
Cacing Paru-paru (Husk)
Gejala. Pada awalnya, penderita berulang kali batuk-batuk. Pernafasan meningkat lebih cepat.
Kondisi tubuh menurun, binatang kurus, kehilangan berat badan.
Penyebab : Cacing ini tinggal dan bertelur di dalam paru-paru. Setiap hari cacing paru-paru sanggup bertelur hingga ribuan. Telur itu sanggup berpindah ke dalam perut atau alat pencernaan pada ketika penderita batuk, yaitu terlepas ke lisan dan dari lisan masuk ke dalam perut atau usus bersama dengan pakan yang tertelan. Selama perjalanan di dalam tubuh hewan, telur tadi mengalami perkembangan dan perubahan menjadi larva. Larva yang berada di dalam perut risikonya keluar dari tubuh binatang jatuh ke tanah bersama kotoran. Jika larva itu memperoleh kondisi yang sesuai, lembab udara dan yang menguntungkan baginya, larva sanggup bertahan hidup hingga setahun. Sebaliknya jikalau kondisi lingkungan terlalu kering dan larva tidak sanggup berlindung, maka mereka tak akan sanggup bertahan lebih dari sebulan.
Pada ketika pedet makan rumput yang terkotori larva, larva itu masuk ke dalam tubuh pedet, yakni di dalam usus halus, kemudian menembus dinding usus pindah ke paru-paru. Sesudah 28 hari larva itu berada di dalam tubuh hewan, mereka akan mengalami kedewasaan dan bertelur di dalam paru-paru.
Penularan (penyebaran) : Penyebaran cacing paru-paru ini dari penderita kepada sapi yang sehat lewat pakan yang telah terkotori larva.
Akibat : Oleh alasannya ribuan cacing berada di dalam paru-paru, maka paru-paru sapi menjadi abses akhir jaringan-jaringan paru-paru rusak. Akibat yang lebih jauh, penderita sanggup pneumonia bahkan sanggup lebih fatal lagi yakni penderita sanggup mati.
Pencegahan (pengobatan)
Sebaiknya sapi merumput di lapangan rumput yang kering.
Memberikan air minum yang higienis pada sapi yang sekiranya higienis dari pencemaran larva.
Hindarkan penggunaan pupuk sangkar di lapangan penggembalaan yang berasal dari kotoran sapi yang menderita penyakit cacing paru-paru.
Diberikan pakan yang baik.
Lakukan pengobatan dengan Anthelmintic.
Mudah-mudahan jadi lebih terang bahwa pengobatan cacingan pada sapi juga harus diadaptasi dengan jenis cacing penyebab cacingan tersebut. Hal ini dimaksudkan biar pengobatan yang dilakukan sanggup lebih efisien.
Catatan: Produk Obat Cacing: KALBAZEN C (DEPTAN RI No. D. 0008714 PKC)
Positioning
Memberantas tuntas semua jenis dan stadium cacing.
Deskripsi
Kalbazen C mengandung Albendazole yang bekerja sebagai antelmintikum berspektrum luas dan sangat efektif terhadap aneka macam cacing, baik dalam bentuk dewasa, larva ataupun telur. Dan untuk pengobatan pada ternak sapi dan kerbau.
Indikasi
Memberantas tuntas semua jenis dan stadium cacing pada sapi dan kerbau, menyerupai :
- Cacing yang berada dilambung maupun di usus ( larva dan sampaumur ) Ostertagia ostertagi, Haemonchus ssp, Trichostrongylus spp., Bunostomun phlebotomum, Oesophagostomum spp, Cooperia spp., Strongyloides, Nematodirus spp.
- Cacing yang berada di paru - paru ( larva dan dewasa) Dictyocaulus viviparus
- Cacing pita ( kepala dan segmennya ) Moniezia benedeni, Moniezia expansa
- Cacing hati ( telur, larva dan sampaumur ) Fasciola gigantica, Fasciola hepatica
- Cacing - cacing bentuk gilig ( Nematoda ) lainnya.
Dosis dan Cara Pemakaian Pemberian dilakukan dengan pencekokkan ( per oral )
Dosis tanpa cacing hati : 6,5 ml / 100 kg BB
Dosis dengan cacing hati : 9 ml / 100 kg BB
Kemasan
Jerigen 1 liter
Produsen :
PT. Kalbe Farma Tbk
Obat Cacing Produksi Medion
Beberapa produk anthelmintika Medion yang sanggup digunakan untuk memberantas cacing gilig pada sapi yaitu Nemasol-K, Vermizyn SBK, Wormectin Injeksi dan Wormzol-B.
Produk Wormzol-B selain efektif untuk semua stadium cacing gilig, sanggup juga digunakan untuk memberantas cacing pita dan cacing hati dewasa pada sapi.