Apa Penyebab dan Bagaimana Cara Pengobatan Penyakit Ngorok dan Pink Eye pada Sapi |
Pink Eye |
SEPTICEMIA EPIZOOTICA (SE) / Penyakit NgorokPada Sapi Penyakit SE yaitu penyakit menular terutama pada kerbau, sapi, babi dan kadang kala pada domba, kambing dan kuda yang disebabkan oleh basil Pasteurella multocida tipe tertentu. Penyakit biasanya berjalan secara akut , dengan angka janjkematian yang tinggi, terutama pada penderita yang telah memperlihatkan tanda-tanda klinik yang jelas. Sesuai dengan namanya, pada kerbau dalam stadium terminal akan memperlihatkan gejala-gejala ngorok (mendengkur), disamping adanya kebengkakan busung pada daerahdaerah submandibula dan leher pecahan bawah. Gambaran seksi pada ternak memamah biak memperlihatkan perubahan-perubahan sepsis.
Penyakit SE menimbulkan kematian, napsu makan berkurang, penurunan berat badan serta kehilangan tenaga kerja pembantu pertanian dan pengangkutan.
Di Indonesia, lantaran jadwal vaksinasi SE dilakukan secara rutin, maka kejadian penyakit SE di Indonesia ketika ini hanya bersifat sporadik. Namun wabah SE dalam jumlah cukup besar masih sering ditemukan, contohnya di daerah-daerah Nusatenggara, menyerupai Sumba,Timor, Sumbawa dan daerah-daerah lain. Pada umumnya wabah itu terjadi pada permulaan ekspresi dominan hujan. Hal ini biasanya disebabkan lantaran tidak tervaksinnya ternak-ternak di tempat itu. Keadaan ini mungkin lantaran vaksin tidak tersedia atau lapangan di mana ternak merumput secara liar sangat sulit terjangkau oleh vaksinator.
Penyebab Penyebab penyakit SE yaitu basil Pasteurella multocida yang berbentuk cocobacillus yang memiliki ukuran yang sangat halus dan bersifat bipoler.
Secara serologik dikenal beberapa tipe dan penyebab SE di Indonesia, antara lain yaitu Pasteurella multocida tipe 6B. Bakteri yang bersifat gram negatif ini tidak membentuk spora, bersifat non motil dan berselubung yang usang kelamaan sanggup hilang lantaran penyimpanan yang terlalu lama.
Cara Penularan Faktor-faktor predisposisi , menyerupai : kelelahan, kedinginan, pengangkutan, anemia dan sebagainya mempermudah timbulnya penyakit.
Penyakit ngorok biasanya menyerang sapi umur 6 – 24 bulan dan sering terjadi ada ekspresi dominan hujan yang dingin. Sapi yang belum divaksinasi SE lebih banyak terserang. Kondisi stress dalam pengangkutan merupakan penyebab utama terjadinya penyakit ini, sehingga penyakit ini disebut pula shipping fever.
Diduga pintu gerbang infeksi basil ke dalam tubuh penderita yaitu tempat tenggorokan. Ternak sehat akan tertular oleh ternak sakit atau pembawa melalui kontak atau melalui makanan, minuman dan alat-alat yang tercemar. Ekskreta ternak penderita (ludah, kemih, dan tinja) juga mengandung bakteri.
Bakteri yang jatuh di tanah apabila keadaan harmonis untuk pertumbuhan basil (lembab, hangat, teduh), maka akan tahan kurang lebih satu ahad dan sanggup menulari ternak-ternak yang digembalakan di tempat tersebut.
Sapi yang menderita penyakit SE harus diisolasi pada tempat yang terpisah. Apabila sapi itu mati ataupun sanggup sembuh kembali, sangkar dan peralatan yang dipakai untuk perawatan sapi itu harus dihapushamakan. Jangan gunakan sangkar tersebut sebagai tempat sapi sebelum lewat minimal 2 minggu.
Penyakit SE ditemukan di sebagian besar wilayah Indonesia dan negara negara lain kecuali Australia, Oceania, Amerika Utara, Jepang dan Afrika Selatan. Kebanyakan wabah bersifat musiaman, terutama pada ekspresi dominan penghujan. Faktor-faktor predisposisi menyerupai kelelahan, kedinginan, pengangkutan, anemia dan sebaginya mempermudah timbulnya penyakit. Diduga sebagai intu gerbang infeksi kuman ke dalam tubuh penderita yaitu tempat tenggorokan. Hewan sehat akan tertular binatang sakit atau embawa melalui kontak atau melalui makanan, minuman dan alat0alat yang tercemar. Ada kemungkinan pula bahwa insekta dan lintah sanggup bertindak sebagai vektor.
Pada babi SE dijumpai berbentuk gangguan pernafasan dengan tanda-tanda batuk lebih menonjol. Penularan melalui udara yang dibatukkan oleh penderita lebih gampang terjadi, apalagi jika babi-babi tersebut makan dan minum dari tempat yang sama
Gejala Klinis Gejala penyakit SE adalah
- Bentuk busung
- Bentuk pektoral
- Kelainan pasca mati
Masa tunas SE yaitu 1 – 2 hari. Penderita lesu, suhu tubuh naik dengan cepat hingga 410C atau lebih. Gemetar, mata sayu dan berair. Selaput lendir mata hiperemik. Napsu makan, memamah biak, gerak rumen dan usus menurun hingga hilang, disertai konstipasi. Mungkin pula gangguan pencernaan berupa kolik, peristaltik usus naik, dengan tinja yang konsistensinya agak cair dan kadang kala disertai titik-titik darah. Sekali-sekali ditemukan juga epistaksis, hematuria dan urtikaria yang sanggup melanjut ke nekrose kulit.
Pada SE dikenal tiga bentuk, yaitu bentuk busung, pektoral dan intestinal. Pada bentuk busung ditemukan adanya busung pada kepala, tenggorokan, leher pecahan bawah, gelambir dan kadang kala pada kaki muka. Tidak jarang pula dubur dan alat kelamin juga mengalami busung. Derajat janjkematian bentuk ini tinggi, hingga 90% dan berlangsung cepat, hanya 3 hari, kadang kala hingga 1 minggu. Sebelum mati, terutama pada kerbau gangguan pernafasan akan nampak sebagai sesak nafas (dyspnoe) dan bunyi ngorok, merintih dengan gigi gemeretak.
Pada bentuk pektoral, tanda-tanda bronchopneumonia lebih menonjol, yang dimulai dengan batuk kering dan nyeri, yang kemudian diikuti dengan keluarnya ingus hidung, pernafasan cepat dan susah. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung lebih lama, yaitu antara 1 – 3 minggu.
Kadang-kadang penyakit sanggup berjalan kronis, ternak menjadi kurus dan sering batuk, napsu makan terganggu, terus menerus mengeluarkan air mata. Suhu tidak berubah, tetapi terjadi mencret degil (sulit disembuhkan) yang bercampur darah.
Perubahan Pasca Mati Secara anatomi patologi dikenal bentunk bususng, pektoral dan intestinal. Yang paling banyak ditemukan yaitu kombinasi dua atau tiga bentuk , meskipun bentuk busung lebih menonjol.
Pada bentuk busung terlihat busung gelatin disertai perdarahan di bawah kulit di pecahan kepala, leher, dada dan sekali-sekali meluas hingga pecahan belakang perut. Cairan busung bersifat bening, putih kekuningan atau kadang kala kemerahan. Sering kali infiltrasi cairan serum terlihat hingga lapisan dalam otot. Busung gelatin juga ditemukan di sekitar faring, epiglotis dan pita suara. Lidah sering kali membengkak dan berwarna coklat kemerahan atau kebiruan dan kadang kala menjulur keluar. Selaput lendir kanal pernapasan umumnya membengkak dan kadang kala disertai selaput fibrin.
Kelenjar limfa retropharingeal dan cervical membengkak. Rongga perut kadang kala berisi beberapa liter cairan bening berwarna kekuningan atau kemerahan. Tanda-tanda peradanagn akut hemorrhagik sanggup ditemukan di abomasum dan usus halkus dan sekalisekali di pecahan colon. Isi rumen umumnya kering, sedangkan isi abomasum menyerupai bubur. Isi usus cair berwarna kelabu kekuningan atau kemerahan tercampur darah. Sering kali di dapati gastroenteritis bersifat hemorrhagik. Limpa jarang mengalami perubahan. Proses degenerasi umumnya ditemukan pada alat-alat parenkim (jantung, hati dan buah pinggang).
Pada bentuk pektoral terlihat pembendungan kapiler dan perdarahan di bawah kulit dan di bawah selaput lendir. Pada pleura terlihat peradangan dengan perdarahan titik (petechiae) dan selaput fibrin tampak pada permukaan alat-alat viseral dalam rongga dada. Juga terlihat tanda-tanda busung berbentuk hidrothorak, hidropericard dengan cairan yang kering., berfibrin. Paru-paru menderita bronchopneumoni berfibrin atau fibrinonekrotik. Bagian paru-paru mengalami hepatisasi dan kadang kala konsistensi agak rapuh. Hepatisasi umumnya terdapat secara seragam dalam satu stadium, berupa hepatisasi merah dalam keadaan akut, hepatisasi kelabu atau kuning dalam stadium yang lebih lanjut. Bidang sayatan paru-paru beraneka warna lantaran adanya pneumonia berfibrin, bagian-bagian nekrotik, sekat interlobuler berbusung dan bagian-bagian yang normal. Bagian paru-paru yang tidak meradang tampak hiperemik dan berbusung. Kelenjar limfa peribronchial membengkak. Kadang-kadang ada tanda-tanda enteritis akut sedangkan limfa umumnya normal.
Pada bentuk intestinal biasanya mengiringi kedua bentuk tersebut di atas, terlihat gastroenteritis kataralis hingga hemorrhagik.
Pencegahan Pencegahan penyakit SE dilakukan dengan cara:
- Untuk tempat bebas SE, tindakan pencegahan didasarkan pada peraturan yang ketat terhadap pemasukan binatang ke tempat tersebut.
- Untuk-daerah-daerah tertular, hewan-hewan sehat divaksin dengan vaksin oil adjuvan
- Ada binatang tersangka sakit daat dipilih salah satu dari perlakuan sebagai berikut :
- Penyuntikan antiserum dengan takaran pencegahan
- Penyuntikan antibiotik
- Penyuntikan kemoterapika
- Penyuntuikan antiserum dan antibiotik atai anti serum dan kemoterapika
Untuk daerah-daerah tertular, ternak-ternak sehat divaksin dengan vaksin oil adjuvant, sedikitnya setahun sekali dengan takaran 3 ml secara intra muskuler. Vaksinasi dilakukan pada ketika tidak ada kejadian penyakit.
Pada ternak tersangka sakit sanggup dipilih salah satu dari perlakuan penyuntikan antiserum dengan takaran pen cegahan, penyuntikan antibiotika, penyuntikan kemoterapetika, kombinasi penyuntikan antiserum dengan antibiotika atau kombinasi antiserum dengan kemoterapetika.
Dosis pencegahan antiserum untuk ternak besar yaitu 20 – 30 ml dan untuk ternak kecil yaitu 10 – 20 ml. Antiserum heterolog disuntikkan secara subkutan (SC) dan antiserum homolog disuntikkan secara intravena (IV) atau SC. Dua ahad kemudian bila tidak timbul penyakit disusul dengan vaksinasi.
Pengobatan Pengobatan terhadap penyakit SE sanggup dilakukan sebagai berikut (1) Seroterapi dengan serum kebal homolog dengan takaran 100 – 150 ml untuk ternak besar dan 50 – 100 untuk ternak kecil. Antiserum homolog diberikan secara IV atau SC. Sedangkan antiserum heterolog diberikan secara SC. Penyuntikan dengan antiserum ini memperlihatkan kekebalan selama 2 hingga 3 ahad dan hanya baik bila dilakukan pada stadium awal penyakit. Sebaiknya derma seroterapi dikombinasikan dengan derma antibiotika atau kemoterapetika (2) Seandainya antiserum tidak tersedia, pengobatan sanggup dicoba dengan preparat antibiotika, kemoterapetika atau adonan kedua preparat tersebut (3) Sulphadimidine (suphamezathine) sebanyak 1 gram tiap 15 lb bw.
Pengendalian dan pemberantasan Secara garis besar, polanya sama dengan pemberantasan penyakit anthrax, yaitu
- dalam keadaan penyakit sporadis, tindakan pemberantasan ditekankan pada pengasingan binatang sakit dan penyuntikan antiserum SE pada binatang sakit
- dalam keadaan penyakit enzootik/epizotik, tindakan pemberantasan ditekankan pada penentuan batas-batas tempat tertular dari tempat belum tertular
Perlakuan pemotongan binatang dan daging Dengan pertimbangan bahwa:
- SE tidak berbahaya untuk konsumsi manusia
- Hamir seluruh indonesia yaitu tempat tertular SE, maka binatang berpenyakit SE tidak dihentikan untuk dipotong, sesuai dengan peraturan yang berlaku
Diagnosa banding Apabila busung tidak terlihat jelas, SE sanggup dikelurkan dengan anthrax dan rinderpest. Pada SE tidak ditemukan endarahan yang berwarna hitam serupa seerti halnya anthrax. Selain dari gejala-gejala klinis SE sanggup dibedakan dari rinderpest, lantaran pada SE tidak terjadi radang usus yang bersifat krupus difteritis dan nekrose ada jaringan limfoid. Untuk peneguh diagnose, kuman penyebab SE harus sanggup diisolasi. Perlu diketahui bahwa tidak hanya kuman Pasteurella yang memiliki sifat bipoler.
Penyakit Pink Eye (Penyakit Mata Akut) Pada Sapi Pink Eye merupakan penyakit mata akut yang menular pada sapi, domba maupun kambing, biasanya bersifat epizootik dan ditandai dengan memerahnya conjunctiva dan kekeruhan mata.
Penyakit ini tidak hingga menimbulkan kematian, akan tetapi sanggup menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi peternak, lantaran akan menimbulkan kebutaan ,penurunan berat tubuh dan biaya pengobatan yang mahal.
Etiologi Pink Eye disebabkan oleh bakteri, virus, rikketsia maupun chlamydia, namun yang paling sering ditemukan yaitu akaibat basil Maraxella bovis.
Cara Penularan Mikrorganisme penyebab ditularkan lewat kontak antara ternak peka dengan ternak penderita atau oleh serangga yang sanggup memindahkan mikroorganisme atau sanggup juga lewat iritasi debu atau sumber-sumber lain yang sanggup menimbulkan ukiran atau luka mata.
Gejala Klinis Mata berair, kemerahan pada pecahan mata yang putih dan kelopaknya, nanah pada kelopak mata dan cenderum menjulingkan mata untuk menghindari sinar matahari. Selanjutnya selaput bening mata/kornea menjadi keruh dan pembuluh darah tampak menyilanginya. Kadang-kadang terjadi borok atau lubang pada selaput bening mata. Borok sanggup pecah dan menimbulkan kebutaan. Mata akan sembuh dalam waktu 1 – 4 minggu, tergantung kepada penyebabnya dan keganasan penyakitnya.
Pengobatan Suntikan antibiotik, menyerupai tetracyclin atau tylosin dan penggunaan salep mata sanggup membantu kesembuhan penyakit. Menempatkan ternak pada tempat yang teduh atau menempelkan kain di mata sanggup mengurangi rasa sakit mata akhir silaunya matahari.
Pencegahan Memisahkan ternak yang sakit dari ternak-ternak sehat merupakan cara terbaik untuk pencegahan terhadap pinx eye. Tidak tersedia vaksin untuk penyakit ini.