Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Kamis, 31 Januari 2019

Penyebab Dan Cara Pengobatan Mastitis Atau Radang Ambing Pada Sapi

Radang Ambing ( Mastitis)

Mastitis ialah istilah yang dipakai untuk radang yang terjadi pada ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan kenaikan sel di dalam air susu dan perubahan fisik maupun susunan air susu, disertai atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar (Subronto, 2003). Akoso (1996) menyatakan bahwa pada sapi, mastitis sering terjadi pada sapi perah dan disebabkan oleh banyak sekali jenis bakteri.

Sori et al (2005) menyatakan bahwa kerugian kasus mastitis antara lain : kehilangan produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi yang diculling. Penurunan produksi susu per kuartir sanggup mencapai 30% atau 15% per sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri sapi perah.

Faktor Penyebab Mastitis

Resistensi atau kepekaan terhadap mastitis pada sapi, kambing atau domba bersifat menurun. Gen- gen yang menurun akan memilih ukuran dan struktur puting Saat periode kering ialah ketika awal basil penyebab mastitis menginfeksi, lantaran pada ketika itu terjadi kendala agresi fagositosis dari neutrofil pada ambing. Berbagai jenis basil telah diketahui sebagai biro penyebab penyakit mastitis, antara lain Streptococcus agalactiae, Str. Disgalactiae, Str. Uberis, Str.zooepedermicus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas eroginosa. Dilaporkan juga bahwa yeast dan fungi juga sering menginfeksi ambing, namun biasanya mengakibatkan mastitis subklinis. 

Hasil penelitian di Ethiopia oleh Sori et al (2005) memperlihatkan bahwa hasil investigasi susu dengan metode CMTdari 180 ekor sapi perah lokal Zebu dan persilangan, prevalensi mastitis mencapai 52,78%, dengan 47 ekor (16,11%) merupakan mastitis klinis dan 87 ekor (36,67%), merupakan mastitis subklinis.

Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama mastitis pada sapi perah yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar akhir turunnya produksi susu. Dilaporkan oleh peneliti yang sama bahwa dari 134 isolat yang diuji, maka persentase terbesar mikroorganisme penyebab mastitis ialah Staphylococcus aureus.

Disamping faktor –faktor mikroorganisme yang mencakup banyak sekali jenis, jumlah dan virulensinya, faktor ternak dan lingkungannya juga memilih gampang tidaknya terjadi radang ambing dalam suatu peternakan. Faktor predisposisi radang ambing dilihat dari segi ternak, mencakup bentuk ambing, contohnya ambing yang sangat menggantung, atau ambing dengan lubang puting terlalu lebar.


Bentuk puting, ada dan tidaknya lesi pada puting mensugesti kejadian mastitis. Hasil penelitian Sori et al (2005) memperlihatkan bahwa prevalensi mastitis pada puting pendulous mencapai 77,78%, sedangkan pada puting non pendulous mencapai 50%. Puting yang lesi memungkinkan prevalensi mastitis sebesar 84%, sedangkan pada puting normal sebesar 47,74%. Letak kuartir juga mensugesti kejadian mastitis. Kuartir kiri, belakang dan kanan, depan lebih sering mengalami mastitis daripada kedua puting lainnya. Pada kiri belakang, mastitis mencapai 34,3%, sedangkan kanan, depan mencapai 30,06%.


Faktor umur dan tingkat produksi susu sapi juga mensugesti kejadian mastitis. Semakin bau tanah umur sapi dan semakin tinggi produksi susu, maka semakin mengendur pula spinchter putingnya. Puting dengan spincter yang kendor memungkinkan sapi gampang terinfekesi oleh mikroorganisme, lantaran fungsi spinchter ialah menahan infeksi mikroorganisme. Semakin tinggi produksi susu seekor sapi betina, maka semakin usang waktu yang dibutuhkan spinchter untuk menutup sempurna. Faktor bangsa sapi juga mensugesti kejadian mastitis. Dilaporkan bahwa kejadian mastitis pada sapi persilangan (Crossbreed) lebih besar daripada sapi lokal.


Faktor lingkungan dan pengelolaan peternakan yang banyak mensugesti terjadinya radang ambing mencakup pakan, perkandangan, banyaknya sapi dalam satu kandang, ventilasi, sanitasi sangkar dan cara pemerahan susu. Dilaporkan bahwa pada ventilasi jelek, mastitis sanggup mencapai 87,5% dan pada ventilasi yang baik mencapai 49,39%.

Gejala-gejala
        Secara klinis radang ambing sanggup berlangsung secara akut, subakut dan kronik. Radang dikatakan bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan ketika investigasi ambing. Pada proses radang yang bersifat akut, tanda-tanda radang terperinci ditemukan, menyerupai : kebengkakan ambing, panas ketika diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, menjadi pecah, bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan tanda-tanda sebagaimana di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu badan masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.

Cara penularan
Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari quarter terinfeksi ke quarter normal sanggup melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat.

Diagnosis
Pengamatan secara klinis adanya peradangan ambing dan puting susu, perubahan warna air susu yang dihasilkan. Uji lapang sanggup dilakukan dengan memakai California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen khusus, diagnosis juga sanggup dilakukan dengan Whiteside Test.

Kontrol
Untuk mencegah infeksi gres oleh basil penyebab mastitis, maka perlu beberapa upaya, antara lain (1) meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran infeksi dari satu sapi ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi basil dan penetrasi basil ke susukan puting. Air susu pancaran pertama ketika pemerahan hendaknya ditampung di strip cup dan diamati terhadap ada tidaknya mastitis. Perlu pencelupan atau diping puting dalam biosid 3000 IU (3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda disarankan untuk setiap ekor sapi, dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan. (2) Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan resistensi ternak terhadap infeksi basil penyebab mastitis. Suplementasi vitamin E, A dan ß-karoten serta imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk menekan kejadian mastitis.

Pengobatan
Sebelum menjalankan pengobatan sebaiknya dilakukan uji sensitifitas. Resistensi Staphylococcus aureus terhadap penicillin disebabkan oleh adanya ß- laktamase yang akan menguraikan cincin ß- laktam yang ditemukan pada kelompok penicillin. Pengobatan mastitis sebaiknya memakai Lincomycin, Erytromycin dan Chloramphenicol.

Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik intra mamaria sanggup mengatasi mastitis. Injeksi kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone dan antihistamin dianjurkan juga. Antibiotik akan menekan pertumbuhan basil penyebab mastitis, sedangkan dexamethasone dan antihistamin akan menurunkan peradangan. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih sanggup diatasi dengan penicillin, lantaran streptococcus sp masih peka terhadap penicillin.

Strategi efektif untuk mencegah dan mengatasi mastitis yang disebabkan oleh Staphilococcus aureus masih sukar dipahami. Dilaporkan bahwa basil Staphylococcus sp dan Streptococcus sp yang diisolasi dari kasus mastitis sapi telah banyak yang multi resisten terhadap beberapa antibakterial. Penggunaan antibiotik untuk mengatasi mastitis juga telah banyak merugikan masyarakat konsumen, lantaran susu mengandung residu antibiotik sanggup mengakibatkan gangguan kesehatan.

Akibat penggunaan antibiotik pada setiap kasus mastitis, yang mungkin tidak selalu tepat, maka timbul problem gres yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta mensugesti pengolahan susu. Mastitis subklinis yang disebabkan oleh basil gram positif juga makin sulit ditangani dengan antibiotik, lantaran basil ini sudah banyak yang resisten terhadap banyak sekali jenis antibiotik. Diperlukan upaya pencegahan dengan melaksanakan blocking tahap awal terjadinya infeksi bakteri.

Hasil penelitian Wall (2006) memperlihatkan bahwa efikasi pirlymycin sebagai antibiotik untuk mengatasi mastitis yang disebabkan Staphylococcus aureus hanya sanggup mencapai 13% dengan masa terapi dua hari, dan mencapai 31% apabila terapi diperpanjang hingga 5 hari. Jika diperhitungkan antara produksi susu dengan biaya terapi, ongkos materi bakardan adanya kandungan sel-sel somatik dalam air susu, maka masih dibawah Break Even Point.

Selanjutnya Middleton dan Foxt (2001) melaporkan bahwa penggunaan infus intramammaria dengan 120 ml, 5% Povidone-Iodine (0,5% Iodine) sehabis susu diperah habis pada 7 ekor penderita mastitis akhir Staphylococcus aureus memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan, lantaran 100% (7 ekor) penderita sanggup memproduksi susu kembali pada laktasi berikutnya. Sedangkan terapi mastitis dengan infus Chlorhexidine, hanya menghasilkan 71% (5 ekor). Mean milk Weight (kg) pada terapi Iodine lebih besar daripada terapi dengan Chlorhexidine. Sekresi susu dari kuartir yang diberi Iodine tidak mengandung residu pada investigasi 35 hari post infusi, sedangkan pada infusi dengan Chlorhexidine ternyata mengandung residu antibiotik.

Wall (2006) melaporkan bahwa enzim protepolitik yang dikenal dengan Lysotaphin, yang dihasilkan oleh Staphylococcus simulans sanggup memotong ikatan – ikatan spesifik dalam komponen dinding sel, yaitu peptidoglycan dari Staphylococcus aureus. Efikasi Lysotaphin untuk terapi mastitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus telah dievaluasi pada beberapa jenis ternak, antara lain : tikus, kambing dan sapi. Infusi Lysotaphin ke dalam kelenjar mammae yang terinfeksi menawarkan respon perbaikan produksi pada laktasi berikut sebesar 20%. Transgene Lysotaphin menawarkan pertahanan berpengaruh melawan banyak sekali basil penyebab mastitis. Susu transgenik juga mengandung agen-agen yang menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan, sehingga susu dan produk susu lebih panjang daya simpannya.

Dalam pengobatan mastitis dengan memakai antibiotik, sehingga pengobatan sanggup efektif, dibutuhkan uji sensitifitas antibiotik tersebut terhadap basil penyebab mastitis, terutama Staphylococcus aureus. Perlu diketahui bahwa Staphylococcus aureus telah memperlihatkan sifat resistensi terhadap antibiotik. Berdasarkan sifat resistensinya, maka Staphylococcus aureus dikelompokkan dalam beberapa golongan, antara lain (1) Staphylococcus aureus yang menghasilkan enzim ß-laktamase, yang berada di bawah kontrol plasmid, dan menciptakan organisme resisten terhadap beberapa penisilin, antara lain penisilin G, ampisilin, piperasilin, tikarsilin dan obat-obat yang sejenis (2) Staphylococcus aureus yang resisten terhadap nafsilin, oksasilin, metisilin, yang tidak tergantung pada produksi ß-laktamase. Gen mecA untuk resistensi terhadap nafsilin terletak di kromosom.Resistensi ini berkaitan dengan kekurangan PBP (Penicillin Binding Protein) (3) Staphylococcus aureus yang mempunyai kerentanan menengah terhadap vankomisin.

1 komentar:

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    BalasHapus